A. Pendahuluan
Pembangunan kesehatan adalah bagian daripada pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan, diperlukan dukungan dari produk hukum yang sinkronis dan harmonis. Pembentukan Undang-Undang ini didasarkan pada pemikiran bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan harus berdasarkan sistem hukum nasional.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menjadi dasar hukum bagi pembentukan peraturan perundang-undangan baik di tingkat pusat maupun daerah. Undang-Undang ini dibentuk untuk menciptakan tertib pembentukan peraturan perundang-undangan, agar konsepsi dan rumusan normanya bulat, dan harmonis, tidak saling bertentangan, dan tumpang tindih satu sama lain. Melalui Undang- Undang tersebut, diharapkan semua lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan memiliki pedoman khusus yang baku dan terstandarisasi dalam proses dan metode membentuk peraturan perundang-undangan secara terencana, terpadu, dan sistematis. Dalam membentuk dan menerapkan sebuah peraturan perundangan dipegang beberapa prinsip: Peraturan yang lebih tinggi mengalahkan peraturan yang lebih rendah; Peraturan yang lebih baru mengalahkan peraturan yang lebih lama; dan Peraturan yang mengatur masalah khusus mengalahkan peraturan yang bersifat umum.
Rancangan Undang-Undang Kesehatan menggunakan metode Omnibus Law yaitu metode yang digunakan pemerintah dalam pembuatan regulasi yang berasal dari beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda untuk kemudian digabungkan ke dalam satu peraturan. Dalam praktik legislatif, Omnibus Law merupakan rancangan undang-undang yang mengikutsertakan beberapa undang-undang menjadi satu undang-undang berdasarkan isu-isu yang terpisah dan berbeda-beda namun dalam satu rumpun bahasan yaitu rumpun kesehatan. Rancangan undang-undang ini menggabungkan beberapa subjek dalam satu tindakan di mana otoritas eksekutif yang kemudian didorong untuk menerima pasal yang disetujui.
Metode penyederhanaan regulasi ini bertujuan menghemat energi dan efisiensi peraturan perundang-undangan baik dari sektor politik dan juga administrasi, serta mencegah dan menghilangkan peraturan yang tumpang tindih dan penyeragaman kebijakan dari pemerintah pusat, sehingga diharapkan dapat mengatasi permasalahan egoisme dalam pengeluaran kebijakan sektoralnya. Secara garis besar Rancangan UU Kesehatan Omnibus Law berisi 6 kategori Transformasi Sistem Kesehatan, yaitu:
- Transformasi layanan primer;
- Transformasi layanan rujukan;
- Transformasi sistem ketahanan kesehatan;
- Transformasi sistem pembiayaan kesehatan;
- Transformasi SDM kesehatan; dan
- Transformasi teknologi kesehatan.
Gerbang awal mula perbaikan secara bertahap pada seluruh sektor kefarmasian adalah dengan penyempurnaan payung hukum kefarmasian. RUU Kesehatan Omnibus Law perlu dilakukan pembenahan lebih lanjut dikarenakan regulasi ini masih membutuhkan saran dan masukan dari tenaga kesehatan khususnya dan masyarakat umumnya sebagai subjek yang penerima dampak penerapan regulasi ini. Perlu dilakukan analisis bersama agar RUU Kesehatan Omnibus Law ini tidak hanya menjadi Undang-Undang konservatif yang tidak dapat memberikan efek revolusi dalam kehidupan berprofesi dan berperan pada peningkatan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia.
B. Pendahuluan
1. Praktik Kefarmasian
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dengan menyatakan Praktik Kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga Kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian pada draf RUU Kesehatan Omnibus Law yang dipublikasi pada 14 Februari 2023 terdapat penyederhanaan redaksional substansi pelayanan obat atas resep dokter dan pelayanan informasi obat menjadi pengelolaan dan pelayanan kefarmasian. Mengenai praktik kefarmasian diatur pada Pasal 149 ayat (2) yang ditampilkan pada tabel 1.