JOGLOSEPUR

POLEMIK VAKSIN GOTONG ROYONG DI INDONESIA

Vaksinasi merupakan salah satu upaya dalam penanganan pandemi Covid-19 yang sedang digalakkan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia untuk mencapai Herd Immunity. Menurut WHO, herd immunity sendiri merupakan “kekebalan kelompok”, dimana suatu populasi dapat terlindung dari virus tertentu jika suatu ambang cakupan imunisasi tertentu telah tercapai. Persentase yang ditetapkan WHO untuk mencapai herd immunity dari pandemi Covid-19 saat ini adalah setelah imunisasi berhasil dilakukan sebesar 70%. WHO sendiri juga menganjurkan untuk menerapkan herd immunity melalui upaya imunisasi, bukan memaparkan langsung masyarakat kepada virusnya dengan alasan etika.

            Di Indonesia sendiri, target vaksinasi yang diupayakan pemerintah untuk memenuhi persentase 70% dalam mencapai herd immunity masih jauh dan diprediksikan baru akan tercapai paling cepat akhir tahun 2021 dan paling lambat pada Maret tahun 2022. Dalam rentang waktu 6 bulan vaksinasi dilaksanakan di Indonesia dengan tenggat maksimal 15 bulan, penyuntikan vaksin baru berjalan 14% dari 363 juta dosis yang ditargetkan. Untuk pasokan vaksin di Indonesia hingga bulan Juni tercatat telah menerima 70 juta dosis vaksin. Masih terdapat pesimisme untuk dapat mencapai vaksinasi sejumlah 363 juta dosis di Indonesia mengingat keterbatasan jumlah tenaga kesehatan yang masih belum merata, selain itu juga jumlah pasokan vaksin di Indonesia masih jauh di bawah kata cukup.

            Untuk mempercepat pemenuhan target vaksinasi pemerintah pun menginisiasikan untuk menyuntikkan 1 juta dosis vaksin Covid-19 yang baru akan tercapai pada bulan Agustus, sementara mulai bulan November 2021 diharapkan dapat melakukan vaksinasi sebanyak 2 juta dosis perhari. Untuk mengupayakan pemenuhan pasokan jumlah vaksin yang dibutuhkan di Indonesia, pemerintah juga menerapkan upaya alternatif vaksinasi dengan sistem Gotong Royong. Vaksin Gotong Royong ini diberikan tidak secara gratis, tetapi dengan biaya sekitar Rp. 879.140,- untuk 2 dosis vaksin dan melibatkan perusahaan swasta. Sebelumnya, distribusi vaksin di Indonesia mulai dari impor dan produksinya pun dilakukan melalui satu pintu, BUMN Bio Farma sehingga penyebaran vaksinnya pun terbatas sesuai kapasitas BUMN tersebut. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan dan Kementerian BUMN menambah pintu lain melalui Paramedia Indonesia Healthcare Corporation (IHC) yang merupakan holding rumah sakit, dimana vaksin yang didapatkan nantinya akan langsung digunakan di jaringan rumah sakit BUMN, juga dapat bekerja sama dengan rumah sakit swasta untuk pendistribusian vaksin.

            Regulasi Vaksin Gotong Royong tersebut diatur dalam PMK No 10 Tahun 2021 yang ditetapkan pada tanggal 24 Februari 2021, di mana dalam Pasal 1 ayat 5 disebutkan bahwa “Vaksinasi Gotong Royong adalah pelaksanaan Vaksinasi kepada karyawan/karyawati, keluarga dan individu lain terkait dalam keluarga yang pendanaannya ditanggung atau dibebankan pada badan hukum/badan usaha.” PMK mengenai pelaksanaan vaksinasi ini sudah mengalami pembaruan pada PMK No 18 Tahun 2021 yang ditetapkan pada tanggal 28 Mei 2021, dan PMK No 19 Tahun 2021 yang ditetapkan pada tanggal 5 Juli 2021. Pembaruan substansi pada PMK no 19 Tahun 2021 menimbulkan polemik, di mana pada Pasal 1 ayat 5 berubah menjadi “Vaksinasi Gotong Royong adalah pelaksanaan vaksinasi COVID-19 kepada individu/orang perorangan yang pendanaannya dibebankan kepada yang bersangkutan, atau pelaksanaan vaksinasi COVID-19 kepada karyawan/karyawati, keluarga atau individu lain terkait dalam keluarga yang pendanaannya ditanggung atau dibebankan pada badan hukum/badan usaha.” Hal tersebut didasarkan atas pernyataan pemerintah bahwa vaksinasi untuk masyarakat diberikan secara gratis, tetapi dengan ditetapkannya PMK tersebut kini menjadi kontradiktif. Implementasi pelaksanaan Vaksin Gotong Royong pun hingga kini masih belum terdapat transparansi mengenai anggaran biayanya, dan jumlah vaksinasi yang dilakukan dengan Vaksin Gotong Royong juga masih jauh di bawah harapan. Dengan diberlakukannya Vaksin Gotong Royong untuk individu yang statusnya berbayar ini memunculkan spekulasi dan kekhawatiran pada masyarakat tanpa adanya transparansi yang diberikan, dan dirasa masih kurang efektif untuk dijalankan sebagai strategi pemerataan vaksinasi.

 

Perbedaan Vaksin Program Pemerintah dan Vaksin Gotong Royong

Vaksin Gotong Royong merupakan program vaksinasi atas inisiasi Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) pada tanggal 18 Mei 2021. Pada prinsipnya, Vaksin Gotong Royong dan Vaksin Pemerintah ini bertujuan untuk tidak membebankan biaya pada target sasarannya, tetapi yang membedakan adalah sumber pembiayaan pengadaan vaksinasi tersebut. Pembiayaan Vaksin Gotong Royong berasal dari perusahaan yang secara mandiri ingin memberikan vaksinasi secara gratis kepada karyawannya.  Selain itu, terdapat pula perbedaan jenis vaksin yang digunakan, di mana pada program vaksinasi dari pemerintah menggunakan jenis vaksin Sinovac, AstraZeneca, Moderna, dan sedang direncanakan untuk menggunakan Novavax, dan Pfizer, sementara jenis vaksin yang digunakan dalam program Vaksin Gotong Royong adalah Sinopharm, dan Cansino.

Berdasarkan regulasi pada PMK No 10 Tahun 2021, pelaksanaan vaksin juga dibedakan untuk vaksin program pemerintah dan Vaksin Gotong Royong sebagaimana tertulis dalam Pasal 22, di mana vaksinasi program pemerintah dilaksanakan di puskesmas atau puskesmas pembantu, klinik, rumah sakit, unit pelayanan kesehatan di Kantor Kesehatan Pelabuhan, serta Pos Pelayanan Vaksinasi Covid-19. Sementara tempat pelaksanaan Vaksinasi Gotong Royong dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan milik masyarakat atau swasta yang memenuhi persyaratan.

Terkait sumber pendanaan vaksinasi ini diatur dalam PMK No 10 Tahun 2021 pada pasal 43, di mana disebutkan bahwa pendanaan vaksin program pemerintah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sementara untuk vaksin gotong royong sumber pembiayaannya berasal dari fasilitas kesehatan milik masyarakat atau swasta dengan tarif tidak boleh melebihi yang ditetapkan oleh menteri.

Untuk distribusi vaksin yang digunakan dalam program vaksinasi pemerintah menjadi tanggungan pemerintah pusat dan daerah, sesuai dengan PMK No 10 Tahun 2021 pada pasal 16 Ayat 1, sementara distribusi Vaksin Gotong Royong didistribusikan oleh PT Bio Farma ke fasilitas pelayanan kesehatan milik masyarakat/swasta yang bekerja sama dengan badan hukum atau badan usaha, sesuai dengan PMK No 10 Tahun 2021 pada pasal 19 ayat 1.

Berdasarkan infografis yang diterbitkan Liputan6.com, dapat disimpulkan mengenai perbedaan vaksin Covid-19 berbayar (Vaksin Gotong Royong) dan vaksin gratis (vaksin program pemerintah), penyelenggara vaksin gratis adalah Kimia Farma sementara vaksin gratis diselenggarakan oleh Kemenkes. Sesuai dengan harga dan tarif pelayanannya diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4643/2021 tentang Penetapan Besaran Harga Pembelian Vaksin Produksi Sinopharm melalui Penunjukan PT Bio Farma (Persero) untuk dosis lengkap vaksinasi individu berbayar ini masyarakat perlu mengeluarkan biaya Rp 879.140, dengan rincian yaitu harga vaksin per dosis sebesar Rp 321.660, untuk tarif layanan sebesar Rp 117.910, total satu dosis yaitu Rp 439.570. Dosis lengkap Sinopharm membutuhkan dua kali suntikan vaksin maka biaya keseluruhan yang dikeluarkan adalah Rp 879.140, sementara program vaksinasi pemerintah merupakan program vaksinasi nasional yang memiliki sasaran berupa tenaga kesehatan; pekerja publik; lansia (>60 tahun), pra-lansia (<60 tahun), dan WNI dengan minimal usia 12 tahun yang diberikan secara gratis. Pelaksanaan program vaksinasi pemerintah telah berjalan sejak 13 Januari 2021 sementara Vaksin Gotong Royong direncanakan untuk dimulai pada tanggal 12 Juli 2021 tetapi mengalami penundaan.

 

Kebutuhan dan Urgensi Vaksin Berbayar

Setelah Permenkes  Nomor 19 Tahun 2021 yang ditetapkan, muncul rencana baru dari Pemerintah RI lewat Kemenkes dan Kementerian BUMN untuk membuka layanan vaksinasi individu berbayar dengan PT Kimia Farma Tbk. Rencananya senin 12 Juli 2021 sejumlah klinik Kimia Farma akan menjual vaksin Covid-19 bagi masyarakat Indonesia yang akan tersedia di 8 klinik yang berada 6 kota di Jawa dan Bali. Masyarakat perlu membayar untuk bisa membeli  golongan vaksin gotong royong jalur individu tersebut. Jenis vaksin yang digunakan dalam program vaksinasi gotong royong jalur individu ini adalah vaksin sinopharm dengan sasaran warga negara asing (WNA) dan warga negara indonesia (WNI).

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Kimia Farma Diagnostik Agus Chandra mengatakan, harga vaksin per dosis dalam program Vaksinasi Gotong Royong (VGR) individu sudah ditetapkan oleh pemerintah melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4643/2021. Dapat ditegaskan bahwa disimpulkan bahwa pengadaan vaksinasi individu berbayar tidak untuk mengejar keuntungan alias tujuan komersial. Layanan penyuntikan vaksin yang menyasar individu itu semata dilakukan untuk mendukung program percepatan vaksinasi nasional dari pemerintah.

Dilansir dari liputan6 pemaparan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers secara daring usai rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo pada Senin 12 Juli 2021 menjelaskan bahwa vaksin gotong royong merupakan opsi yang dilakukan pemerintah dengan jelas. Penambahan jalur individu pada vaksin gotong royong dikarenakan banyak perusahaan yang beroperasi memerlukan vaksinasi tetapi belum mendapat akses vaksin gotong royong yang dilaksanakan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN). Kemudian dapat mempermudah akses vaksin bagi warga negara asing (WNA) yang tinggal, berusaha dan beraktivitas di Indonesia untuk mendapatkan vaksin. Dikatakan pula bahwa vaksinasi individu berbayar ini akan dimulai ketika program vaksinasi pemerintah telah direalisasi dalam jumlah yang masif.

Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pahala N Mansury juga mengatakan, vaksinasi individu berbayar ini merupakan upaya untuk mempercepat penerapan program vaksinasi gotong royong dalam membantu program vaksinasi Indonesia untuk mencapai herd immunity secepat-cepatnya sesuai target program herd immunity minimal 70 persen. Serta dipertegaskan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam rapat komisi IX DPR pada selasa 13 Juli 2021 bahwa vaksin individu berbayar tidak membebani keuangan negara dan tidak ada keterlibatan negara dari sisi anggaran. Pasalnya keuangan yang digunakan tersebut bersumber dari BUMN dan juga perusahaan swasta jadi tidak menggunakan APBN. Harus diakui biaya untuk pengadaan vaksin termasuk distribusi, pelatihan petugas, dan lain-lain tidak sedikit; setidaknya telah menguras anggaran pemerintah Rp. 74 triliun di mana APBN/D. Vaksinasi individu berbayar ini diharapkan bisa membantu meringankan beban APBN pemerintah pada pos kesehatan anggaran vaksin untuk 182 juta orang dengan kebutuhan total mencapai 427 juta dosis.

Namun terdapat pro-kontra dan mendapat kritikan dari berbagai kalangan. Adanya program vaksinasi individu berbayar di kondisi yang dilaksanakan ditengah lonjakan kasus Covid-19 dinilai tidak etis dan melukai masyarakat di tengah pandemi Covid yang kasusnya terus melonjak seakan melanggar hak kesehatan yang dilindungi konstitusi dan bertolak belakang dengan  instruksi Presiden RI Joko Widodo yang pada awal tahun ini telah menegaskan bahwa vaksinasi Covid gratis untuk masyarakat. Dan kini PT Kimia Farma (Persero) Tbk akhirnya  memutuskan untuk menunda penyelenggaraan vaksin berbayar sampai kurun waktu yang belum ditentukan. Melalui salah satu artikel CNNIndonesia.com Ganti Winarno Putro, selaku Sekretaris Perusahaan Kimia Farma menyebut penundaan dilakukan karena besarnya animo dan pertanyaan yang masuk. Akibatnya manajemen memutuskan untuk memperpanjang masa sosialisasi vaksinasi gotong royong individu serta pengaturan pendaftaran calon peserta vaksinasi.

 

Perubahan PMK No 10 Tahun 2021 menjadi PMK no 19 Tahun 2021

Presiden Joko Widodo pernah memutuskan bahwa vaksin Covid-19 akan gratis bagi seluruh masyarakat. Hal itu disampaikan oleh Presiden dalam pernyataannya yang ditayangkan melalui YouTube Sekretariat Presiden, dari Istana Merdeka, Jakarta, pada Rabu, 16 Desember 2020. “Jadi, setelah banyak menerima banyak masukan dari masyarakat dan setelah melakukan kalkulasi ulang, perhitungan ulang, mengenai keuangan negara, dapat saya sampaikan bahwa vaksin Covid-19 untuk masyarakat adalah gratis, Sekali lagi, gratis, tidak dikenakan biaya sama sekali,” ujar Presiden dalam keterangan pers Presiden RI terkait Vaksin Covid-19. Hal ini juga terimplementasikan pada Permenkes No. 84 Tahun 2020 dimana pada pasal 3 ayat 3 disebutkan bahwa “Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dipungut bayaran/gratis.”

Pelaksanaan vaksinasi lebih lanjut lagi diatur dalam Permenkes nomor 10 Tahun 2021 yang kemudian direvisi pada Permenkes No. 18 Tahun 2021 dan Permenkes No. 19 Tahun 2019 dimana yang menjadi sorotan adalah perubahan ketentuan pada pelaksanaan vaksinasi gotong royong. Permenkes No. 19 tahun 2021 yang merupakan perubahan atas Permenkes No. 10 Tahun 2021 dimana perubahan tersebut terjadi pada ketentuan nomor 5 pasal 1 yang sebelumnya di Permenkes No. 10 Tahun 2021 yang berbunyi “Vaksinasi Gotong Royong adalah pelaksanaan Vaksinasi kepada karyawan/karyawati, keluarga dan individu lain terkait dalam keluarga yang pendanaannya ditanggung atau dibebankan pada badan hukum/badan usaha” berubah menjadi “Vaksinasi Gotong Royong adalah pelaksanaan vaksinasi COVID-19 kepada individu/orang perorangan yang pendanaannya dibebankan kepada yang bersangkutan, atau pelaksanaan vaksinasi COVID-19 kepada karyawan/karyawati, keluarga atau individu lain terkait dalam keluarga yang pendanaannya ditanggung atau dibebankan pada badan hukum/badan usaha” . Bisa dilihat atas perubahan tersebut dimana vaksinasi gotong royong bisa ditanggung oleh suatu individu yang mampu untuk membeli vaksin tersebut. Hal ini sangat disayangkan karena prioritas vaksinasi bukan berdasarkan tingkat resiko terkena virus COVID-19, melainkan berdasarkan tingkat kemampuan ekonomi suatu individu. Sedangkan pada Permenkes No. 18 Tahun 2021 berisikan  Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) yang diubah yaitu   ketentuan Pasal 6 ayat (2) diubah, di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat (2a) dan ayat (2b), ayat  (2a) dan ayat (2b) berbunyi :

(2a) Individu lain terkait dalam keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan individu yang tinggal bersama atau bekerja dengan keluarga yang bersangkutan.

(2b) Selain karyawan/karyawati, keluarga dan individu  lain terkait dalam keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (2), badan hukum/badan usaha dapat melaporkan masyarakat di sekitar lokasi kegiatan badan hukum/badan usaha sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan untuk diikutsertakan dalam pelaksanaan Vaksinasi Gotong Royong kepada Menteri melalui PT Bio Farma (Persero)

Pasal tersebut sudah jelas dikatakan bahwa pelaksanaan program vaksinasi gotong royong merupakan tanggung jawab dari badan usaha/badan hukum dari karyawan/karyawati.

Selain itu di antara pasal 22 dan 23 pada Permenkes No. 10 Tahun 2021 disisipkan 1 pasal yaitu pasal 22a yang mengatur mengenai ketentuan pelayanan vaksin gotong royong  dan pemberhentian pelayanan vaksin program bagi faskes yang melaksanakan program pelayanan vaksin gotong royong. Pada pasal 22a ayat 1 tertulis bahwa “Fasilitas Pelayanan Kesehatan milik masyarakat/swasta dan milik Badan Usaha Milik Negara yang telah melakukan pelayanan Vaksinasi Program dan akan melakukan pelayanan Vaksinasi Gotong Royong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 harus terlebih dahulu memberhentikan pelayanan Vaksinasi Program.”Artinya suatu fasilitas kesehatan dilarang melayani kegiatan pelayanan vaksinasi program apabila fasilitas kesehatan tersebut sudah melayani kegiatan pelayanan vaksinasi gotong royong.

Pada Permenkes No. 10 tahun 2021 pada pasal 7 ayat 4 berbunyi “Jenis Vaksin COVID-19 untuk pelaksanaan Vaksinasi Gotong Royong harus berbeda dengan jenis Vaksin COVID-19 yang digunakan untuk Vaksinasi Program.” Namun hal ini diubah kembali pada Permenkes No. 18 Tahun 2021 dimana pada pasal 7a ayat 1 tertulis “Dalam kondisi tertentu untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan Vaksinasi COVID-19, jenis Vaksin COVID-19 yang digunakan untuk pelaksanaan Vaksinasi Gotong Royong dapat sama dengan jenis Vaksin COVID-19 yang digunakan untuk pelaksanaan Vaksinasi Program.” Hal tersebut menimbulkan pertanyaan apakah jenis vaksin yang digunakan untuk pelaksanaan Vaksinasi program dapat sama dengan jenis vaksin pada pelaksanaan vaksinasi gotong royong.

Saran dan Rekomendasi

            Adanya lonjakan kasus konfirmasi yang tinggi saat ini mengharuskan pemerintah untuk segera membuat kebijakan dan tindakan untuk mengurangi penularan COVID-19. Salah satu langkah yang diambil pemerintah adalah dengan adanya program vaksinasi gotong royong dimana pendanaanya dapat dibebankan kepada individu tersebut. Namun hal ini menuai protes dari beberapa kalangan masyarakat yang menilai langkah ini tidak efisien serta melanggar kode etis dalam keadaan pandemi saat ini. Maka dari itu berdasarkan apa yang sudah kami kaji, kami ISMAFARSI (Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi) wilayah Joglosepur ingin memberikan rekomendasi bagi pemerintah dalam pelaksanaan program vaksinasi gotong royong diantaranya :

  1. Mempercepat pelaksanaan vaksinasi program dengan memperbanyak kuota vaksin yang digunakan sebagai vaksinasi program daripada vaksinasi gotong royong
  2. Memprioritaskan orang-orang berdasarkan prioritas kerentanan terinfeksi virus COVID-19 bukan prioritas berdasarkan segi ekonomi
  3. Memberikan transparansi alokasi dana apabila pelaksanaan vaksinasi gotong royong yang dibebankan kepada individu memang benar terlaksana
  4.  Meninjau ulang pelaksanaan vaksinasi gotong royong

Referensi

Depkes RI. 2020. Permenkes No. 84 Tahun 2020. Kementrian Kesehatan RI:Jakarta

Depkes RI. 2021. Permenkes No. 10 Tahun 2021. Kementrian Kesehatan RI:Jakarta

Depkes RI. 2021. Permenkes No. 18 Tahun 2021. Kementrian Kesehatan RI:Jakarta

Depkes RI. 2021. Permenkes No. 19 Tahun 2021. Kementrian Kesehatan RI:Jakarta

Kominfo RI, 2021, Tiga Juta Dosis Vaksin Moderna Dukungan dari AS Tiba di , https://www.kominfo. go.id/content/detail/35589/tiga-juta-dosis-vaksin-moderna-dukungan-dari -as-tiba-di-indonesia/0/berita , diakses pada tanggal 15 Juli 2021

Kemkes RI, 2021, Kedatangan Vaksin Tahap ke-20 Selain untuk Masyarakat, Vaksin Moderna Juga Untuk Dosis ke-3 Tenaga Kesehatan,

http://www.padk.kemkes.go.id/news/read/2021/07/11/688/kedatangan-vaksin-tahap-ke-20-selain-untuk-masyarakat-vaksin-moderna-juga-untuk-dosis-ke-3-tenaga-kesehatan.html , diakses pada tanggal 15 Juli 2020

World Health Organization, Tanya Jawab: Lockdown dan Herd Immunity, https://www.who.int/indonesia/news/novel-coronavirus/qa/qa-lockdown-and-herd-immunity, diakses pada tanggal 14 Juli 2021.

Prasasti,G.D., 2021, Menkes Ungkap Awal Mula Munculnya Vaksin Berbayar Covid-19, https://www.liputan6.com/health/read/4605803/menkes-ungkap-awal-mula-munculnya-vaksinasi-berbayar-covid-19, diakses pada tanggal 14 Juli 2021.

Surianta, A., 2021, 6 Bulan Vaksinasi Covid-19: mengapa Indonesia masih terseok-seok mencapai target? , https://theconversation.com/6-bulan-vaksinasi-covid-19-mengapa-indonesia-terseok-seok-mencapai-target-164237, diakses pada tanggal 14 Juli 2021.

 

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/coronavirus/in-depth/herd-immunity-and-coronavirus/art-20486808

https://www.suara.com/health/2021/02/27/135505/ini-perbedaan-vaksinasi-gotong-royong-dengan-vaksin-pemerintah?page=all

Penulis : Anggriya S.M.N. Fahri Mubin, Eky Wahyu Novarista, Berliana Puspita Sari, Fina Hana
 
Illustrator & Layouter : Muhammad Mahdi